Baret untuk ibu
“ndra tangi uwes esuk, wayahe
sholat subuh” suara yang keluar dari mulut seorang wanita berumur 51 tahun, seorang ibu yang 18 tahun
lalu melahirkan bayi lali-laki lucu yang
di beri nya nama Ganendra Ramadan, bocah laki-laki yang kini sudah menjelma
bagai Arjuna dalam tokoh pewayangan. Saat ini dia duduk di bangku kelas 3 SMA
di salah satu sekolah di kota Magelang
***
LULUS, tulisan yang tertera di
surat kelulusan Ganendra, sujud syukur pun tak lupa dia lakukan atas hasil yang
baru saja dia terima. “buk aku lulus buk, aku lulus”, teriak nedra dari pintu
yang baru saja dia buka. Ibu nya yang sedang memasak langsung mematikan kompor
dan menemui anak nya yang berteriak-teriak kegirangan seperti habis menang
undian 1 milyar saja. “ono opo to cah
bagus, kok ning njero omah bengak bengok koyo ning alas?’ tanya ibu nedra.
“alhamdulillah buk aku lulus, matur nuwun
atas doane”, jelas nendra kepada
ibuk nya. “Alhamdulillah ya allah” sahut ibu nya kembali.
***
Minggu pagi setelah menunaikan
sholat subuh, nendra melihat ibu nya sudah menyapu di halaman depan rumah,
melihat tangan-tangan keriput itu memegangi sapu lidi yang sudah mulai patah
karena sudah terlalu sering di pakai. Nendra masuk ke dalam kemudian keluar
lagi dengan membawa segelas teh manis hangat yang sengaja dia buat untuk ibu yang
dia sayangi itu.
“buk, ini tak buatin teh, di minum dulu buk mumpung masih anget”
“iyo ndra, tumben nggaweke ibuk teh, ono opo?”
“buk, nendra pengen daftar tentara,?
“Tentara? la opo koe ora pengen kuliah nang, koyo kanca-kanca mu
seng liyo?”
“ya pengen buk, tapi besok aja lah buk, kalo nendra udah punya
uang sendiri, kan kuliah gak harus sekarang to buk”
“yawes nek pengen mu koyo ngunu ndra, ibuk mung iso ngeki doa
restu kanggo awakmu, makane koe berdoa trus usaha sing bener yo ndra”
“enggih buk”, kata nendra
sembari memeluk tubuh ibu nya itu.
***
Hari demi hari nendra mempersiakan fisik dan juga otak untuk
nanti nya mendaftar TNI. Bulan yang di tunggu-tunggu pun datang, nendra di
bantu ibu nya mempersiapkan semua keperluan yang dia butuhkan untuk mencalonkan
diri sebagai abdi negara sekaligus sebagai kebanggaan ibu nya kelak. Dengan
mantab dan bismillah nendra meninggalkan ibu nya menuju tempat pendaftaran, proses yang membutuhkan waktu
lama yang tak cukup hanya satu atau dua minggu akan selesai. Tahap demi tahap, seleksi
demi seleksi nendra lewati hingga akhir nya dia di nyatakan lolos dan akan
melaksanakan pendidikan sebagai calon abdi negara, yang arti nya dia harus
meninggalkan ibu nya seorang diri di rumah selama dia menempuh pendidikan di
keras nya kawah Candradimuka yang akan di jalani nya selama hampir satu tahun
ke depan.
“buk, nendra pamit, doain nedra sehat di sana ya buk”, sembari
memegang tangan keriput ibu nya.
Uhuk.. uhuk.. suara batuk
yang keluar dari mulut ibu nendra lalu melanjutkan kata-kata nya “iyo ndra, doa
ne ibuk ora bakal putus kanggo koe, ojo neko-neko yo le”
“ibuk sakit ya buk, sakit apa to buk, nendra anter priksa ke
dokter ya buk?”
“orak ndra, ibuk orapopo, uwis ora usah mikir ke ibuk, sing
penting saiki awakmu”
“enggih buk, ibuk jaga kesehatan ya buk, pokok nya pas nendra di
lantik jadi prajurit TNI ibuk harus dateng, harus lihat nendra di lantik”.
Dengan berat hati nendra meninggalkan ibu yang terlihat sedikit
pucat, tidak seperti biasnya yang selalu terlihat segar walau sedang dalam
keadaan yang sangat lelah.
***
Empat bulan pertama telah Ganendra
lewati walau dengan hati dan pikiran yang selalu teringat oleh ibu nya. Lima
bulan, enam bulan, tujuh bulan di lewati nya dengan susah payah sebagaimana hal
nya seorang prajurit TNI. Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, hari pelantikan
dimana Ganendra ingin sekali melihat ibunya tersenyum di saat dia untuk pertama
kali di lantik dan mengenakan baret kebanggaan corps TNI Angkatan Darat yang
selama ini di idam-idam kan nya.
Ganendra Ramadhan, begitu namanya di sebut, nendra bergegas untuk
berdiri dan maju ke depan untuk menerima baret yang slama ini di idam-idam kan
nya. “buk, nendra maju dulu nya”, sembari mencium tangan ibu nya yang duduk
persis di sebelah nya saat acara pelantikan di gelar.
“buk, alhamdulillah sekarang nendra resmi jadi anggota TNI”
“uhuk.. uhuk.. iyo ndra ibuk bangga karo kamu, ibuk bangga ndue
anak koyo kamu ndra”, sahut ibu nendra
dengan terbatuk-batuk dan dengan wajah yang sangat pucat.
“ibuk sakit ya buk?”, belum sempat nendra menyelesaiakn perkataan
nya, tubuh tua itu ambruk tak sadarkan diri, kontan nendra kaget dan langsung
membawa ibu nya ke rumah sakit. Di ruang tunggu rumah sakit nendra menunggu
dengan cemas, masih dengan seragam loreng nya karena sedari tadi nendra belum
sempat berganti pakaian karena terlalu cemas memikirkan keadaan ibu nya,
setengah jam berlalu dokter yang menangani ibu nendra keluar dan memberitahu
kan bahwa ibu nya terkena penyakit Hepatitis B, dengan sempoyongan nendra
berusaha menegakan posisi berdiri nya yang hampir saja terjatuh karena kaget tentang
penyakit ibu nya yang selama ini tak pernah di ketahui nya.
Beberapa hari berlalu ibu nya di
rawat di rumah sakit, namun keadaan nya semakin memburuk “buk, cepet sadar ya
buk, nendra sayang ibuk” ujar nendra dengan menangis sambil memegang tangan ibu
nya yang sedang tertidur itu, belum sempat nendra menuntaskan omongan nya
keadaan ibu nya tiba-tiba memburuk belum sempat dia memanggil dokter, layar
monitor penunjuk detak jantung yang tersambung dengan tubuh ibu nendra sudah
menunjukan garis lurus, yang arti nya bahwa ibu nendra telah meninggal dunia.
***
Sabtu pagi nendra bersiap untuk
ziarah ke kuburan ibu nya, tak lupa dia membawa untuk di tabur di atas kuburan
ibu nya, setelah mengirim doa untuk sang
ibu nendra hanya berkata “buk, terima kasih atas semua yang sudah ibuk berikan
buat nendra, terima kasih atas perjuangan ibuk melawan penyakit yang selama ini
menggerogoti tubuh ibuk hanya untuk
melihat nendra memakai baju loreng dan baret ini, walau hanya itu hanya
sejenak, nendra sayang ibuk” sembari mencium nisan ibu nya.
***TAMAT***